1. Pengertian Terapi
Istilah Terapi
Emotif Rasional (TRE / RET---Rational Emotion Therapy) sukar digantikan
dengan istilah bahasa Indonesia yang mengenal paling dapat
dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling yang menekankan kebersamaan
dan interaksi antara berpikir dan akal sehat (rational thingking, berperasaan (emoting),
dan berperilaku (acting), serta
sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir
dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan
berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya, harus
dibantu untuk meninjau kembali cara berpikir dan memanfaatkan akal sehat.
Pelopor dalam
sekaligus promoter utama corak konseling ini adalah Albert Ellis, yang
telah banyak menerbitkan banyak karangan dan buku, antara lain buku yang
berjudul Reason and Emotion in Psychotherapy (1962), A New Guide to
Rational Living (1975), serta karangan Burks Theories of Counselling
yang berjudul The Rational Emotive Approach to Counselling dalam buku Burks
Theories of Counselling (1979).
Menurut
pengakuannya Ellis sendiri, corak konseling Rational
Emotive Therapi (disingkat RET) berasal dari aliran pendekatan Kognitif
Behavioristik. Banyak buku yang telah terbit mengenai tata cara memberikan
konseling kepada diri sendiri, mengambil inspirasi dari gerakan RET, misalnya
J. Lembo, Help Yourself, yang telah
disadur pula kedalam bahasa Indonesia dengan judul Berusahalah Sendiri (1980).
Corak konseling
RET berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia dan tentang
proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat dan
sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu:
a. Manusia adalah mahluk yang manusiawi, artinya dia bukan
superman dan juga bukan mahluk yang kurang dari seorang manusia. Manusia
mempunyai kekurangan dan keterbatasan, yang mereka atasi sampai taraf tertentu.
Selama manusia hidup di dunia ini, dia harus berusaha untuk menikmatinya sebaik
mungkin.
b. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal
keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan
yang dibuat sendiri. Nilai-nilai kehidupan (values)
untuk sebagian ditentukan baginya.
c. Hidup secara rasional berarti berpikir, berperasaan,
dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai
secara efisien dan efektif. Bilamana orang berpikir, berperasaan dan
berperilaku sedemikian rupa, sehingga segala tujuan yang dikejar tidak
tercapai, mereka ini hidup secara tidak rasional. Dengan demikian berpikir
rasional menunjuk pada akal sehat, sehingga sungguh-sungguh membantu mencapai
kebahagiaan di hidup ini. Orang yang tidak mencapai kebahagian itu harus
mempersalahkan dirinya sendiri karena tidak menggunakan akal sehatnya secara semestinya.
d. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup
secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional. Dia dapat
berpikir dengan akal sehat, tetapi dapat juga berpikir salah.
e. Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang
sebenarnya kurang masuk akal atau irrasional (irational beliefs), yang
ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri.
Mungkin juga keyakinan-keyakinan itu merupakan gabungan dari pengaruh
lingkungan sosial dan gagasannya sendiri. Tumpukan keyakinan irasional
cenderung untuk bertahan lama, bahkan orang cenderung memperkuatnya sendiri
dengan berbagai dalih. Albert Ellis sendiri mengakui mula-mula merumuskan 11
keyakinan irasional yang dianggapnya dipegang oleh banyak orang, tetapi kemudian
ditinjau kembali. Jumlah itu dikurangi sampai tiga keyakinan dasar yang
irasional, yaitu tiga keharusan yang disampaikan oleh orang kepada dirinya
sendiri:
Tetapi Emotif
Rasional yang dikembangkan oleh Albert Ellis merupakan bagian dari terapi CBT (cognitive behavioral therapy) lebih
banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi kognitif-tingkah
laku-tindakan dalam arti menitik beratkan pada proses berpikir, menilai,
memuuskan, menganalisa dan bertindak. Konsep-konsep Teapi Emotif Rasional membangkitkan
sejumlah pertanyaan yang sebaiknya, seperti: Apakah pada dasarnya psikoterapi
merupakan proses reduksi? Apakah sebaiknya terapis berfungsi terutama sebagai
guru? Apakah pantas para terapis menggunakan propaganda, persuasi, dan
saran-saran yang sangat direktif? Sampai mana membebaskan keefektifan usaha
membebaskan para klien dari “keyakinan-keyakinan irasional” nya dengan
menggunakan logika, nasihat, informasi, dan penafsiran-penafsiran.
Terapi Emotif
Rasional adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia
dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk
berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan –kecenderungan
untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung
dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi manusia
juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri,
menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan yang
tidak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri
serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun
berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang
disfungional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
Manusia padasarnya
adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional.
Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan
kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak
efektif.Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi,
interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.Hambatan
psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan
irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka,
sangat personal, dan irasional.Berpikir irasional diawali dengan belajar secara
tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan.
Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan.
Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan
verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat.Perasaan dan
pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang
rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan
cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan
rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori
Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent
event, Belief, dan Emotional
consequence. Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep
atau teori ABC.
- Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
- Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
- Emotional
consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau
reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan
akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam
bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB. Terapi Emotif
Rasional (TRE) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia
dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk
berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan
untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai,
bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan
tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan
diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan
secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela
diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri. Terapi Emotif
Rasional menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga
bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan
pribadi dan masyarakat. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk
mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat,
dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang
diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain. TRE menekankan bahwa
manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia
beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh
persepsi atas suatu situasi yang spesifik.Menurut Allbert
Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan
didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan
memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah
pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara
tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi
kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya, mereka
akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa lampau.
Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya berubah,
mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif. Unsur pokok terapi
rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang
terpisah Menurut Ellis, pilaran dan emosi merupakan dua hal yang saling
bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi
disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan
dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik.
Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu
dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata
lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengarulu pikiran.
Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu
dapat berubah menjadi pikiran. Pandangan yang
penting dari teori rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak perilaku
emosional indiuidu yang berpangkal pada “self-talk:”
atau “omong diri” atau internatisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang
menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat
negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut Eilis adalah karena:
(1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas,
(2) orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara cerdas tetapi tidak tahu bagaimana herpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi,
(3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan seeara memadai.
Neurosis adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional. Oleh karenanya, klien ditantang untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan bahwa “gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara dogmatis dan tanpa kritik terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau bertindak sampai ia sendiri kalah”. TRE berhipotesis bahwa karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri. Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam TRE yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : ” meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik”. Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka. Ringkasnya, proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas. Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber ketidakbhagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional.
2.
Tujuan Terapi Emotif Rasional
Tujuan utama dari
terapi ini yaitu meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan
membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik. Terapi ini
mendorong suatu reevaluasi filosofis dan ideologis berlandaskan asumsi bahwa
masalah-masalah manusia berakar secara filosofis, dengan demikian Terapi Emotif
Rasional tidak diarahkan semata-mata pada penghapusan gejala (Ellis, 1967), tetapi untuk mendorong klien agar menguji secara kritis
nilai-nilai dirinya yang paling dasar. Jika masalah yang dihadirkan oleh klien
adalah ketakutan atas kegagalan dalam perkawinan misalnya, maka sasaran yang
dituju oleh seorang terapis bukan hanya pengurangan ketakutan yang spesifik
itu, melainkan penanganan atas rasa takut gagal pada umumnya. TRE bergerak ke
seberang penghapusan gejala, dalam arti tujuan utama. Ringkasnya, proses
terapeutik utama TRE dilaksanakan dengan suatu maksud utama yaitu: membantu
klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk
belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah
menjadikan klien menginternalisasikan suatu filsafat hidup yang rasional
sebagaimana dia menginternalisasikan keyakinan-keyakinan dogmatis yang
irasional dan takhayul yang berasal dari orang tuanya maupun dari
kebudayaannya. Untuk mencapai tujuan-tujuan diatas, terapis memiliki tugas-tugas yang
spesifik:
- Langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya, dan menunjukkan secara kognitif bahwa klien telah memasukan banyak “keharusan”, “sebaiknya”, dan “semestinya”. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan-keyakinan irasionalnya. Agar klien mencapai kesadaran, terapis berfungsi sebagai kontrapropogandis yang menentang propaganda yang mengalahkan diri yang oleh klien pada mulanya diterima tanpa ragu sebagai kebenaran. Terapis mendorong, membujuk, dan suatu saat bahkan memerintah klien agar agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang akan bertindak sebagai agen-agen kontra propoganda.
- Langkah kedua adalah
membawa klien ke-seberang tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang
mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus
menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat
yang mengalahkan diri dan yang mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak. Dengan
perkataan lain, karena klien tetap mereindoktrinasi diri, maka dia bertanggung
jawab atas masalah-masalahnya sendiri. Terapis tidak hanya cukup menunjukkan
kepada klien bahwa Dia memiliki proses-proses yang tidak logis, sebab klien
cenderung mengatakan, ”sekarang saya mengerti bahwa saya memiliki ketakutan
akan kegagalan dan bahwa ketakutan ini berlebihan dan tidak realistis”.Untuk melangkah ke
seberang pengakuan klien atas pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan
irasionalnya, terapis mengambil langkah ketiga, yakni berusaha agar klien
memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan gagasan-gagasan irasionalnya.
TRE berasumsi bahwa keyakinan-keyakinan yang tidak logis itu berakar dalam
sehingga biasanya klien tidak bersedia mengubahnya sendiri. Terapis harus
membantu klien untuk memahami hubungan antara gagasan-gagasan yang mengalahkan
diri dan filsafat-filsafatnya yang tidak realistis yang menjurus pada lingkaran
setan proses penyalahan diri. Jadi langkah terakhir dari proses terapeutik
adalah menantang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang
rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan menjadi korban
keyakinan-keyakinan yang irasional. Menangani masalah-masalah
atau gejala-gejala yang spesifik saja tidak menjamin bahwa masalah-masalah lain
tidak akan muncul. Yang kemudian diharapkan adalah terapis menyerang inti
pikiran irasional dan mengajari klien bagaimana menggantikan
keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap yang irasional dengan yang rasional
Terapis yang bekerja dalam kerangka TRE fungsinya berbeda dengan kebanyakan terapis yang lebih konvensional. Karena TRE pada dasarnya adalah suatu proses terapeutik kognitif dan behavioral yang aktif dan direktif. TRE adalah suatu proses edukatif, dan tugas utama terapis adalah mengajari klien cara-cara memahami dan mengubah diri. Terapis terutama menggunakan metodologi yang gencar, sangat direktif, dan persuasif yang menekankan aspek-aspek kognitif. Rllis (1973ª,hlm.185) memberikan suatu gambaran tentang apa yang dilakukan oleh terapis TRE sebagai berikut:
a. mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku;
b. menantang klien untuk menguji gagasan-gagasanya;
c. menunjukkkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya;
d. menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
e. menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan;
f. menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien;
g. menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris;
h. mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang dapat merusak diri.
Pengalaman utama klien dalam TRE adalah mencapai pemahaman. TRE berasumsi bahwa pencapaian pemahaman emosional (emotional insight) oleh klien atas sumber-sumber gangguan yang dialaminya adalah bagian yang sangat penting dari proses terapeutik. Ellis (199\67, hlm 87) mendefinisikan pemahaman emosional sebagai “ mengetahui atau melihat penyebab-penyebab masalah dan bekerja dengan keyakinan dan bersemangat untuk menerapkan pengetahuan itu pada penyelesaian masalah-masalah tersebut”. Jadi, TRE menitikberatkan penafsiran sebagai suatu alat terapeutik.
3.
Tiga Taraf Pemahaman dalam TRE
Klien menjadi sadar
bahwa ada anteseden tertentu yang menyebabkan dia takut terhadap suatu hal:
a. Klien mengakui bahwa dia masih merasa terancam oleh ketidaknyamanannya, karena dia tetap mempercayai dan mengulang-ulang keyakinan-keyakinan irasional yang telah diterimanya.
b. Tarap pemahaman ketiga terdiri atas penerimaan klien bahwa dia tidak akan membaik, juga tidak akan berubah secara berarti kecuali jika dia berusaha sungguh-sungguh dan berbuat untuk mengubah keyakinan irasionalnya dengan benar-benar melakukan hal-hal yang bersifat kontropropaganda.
a. Klien mengakui bahwa dia masih merasa terancam oleh ketidaknyamanannya, karena dia tetap mempercayai dan mengulang-ulang keyakinan-keyakinan irasional yang telah diterimanya.
b. Tarap pemahaman ketiga terdiri atas penerimaan klien bahwa dia tidak akan membaik, juga tidak akan berubah secara berarti kecuali jika dia berusaha sungguh-sungguh dan berbuat untuk mengubah keyakinan irasionalnya dengan benar-benar melakukan hal-hal yang bersifat kontropropaganda.
TRE lebih menekankan
terutama pada dua pemahaman-pemahaman yaitu tarap pemahaman kedua dan ketiga,
yakni pengakuan klien bahwa dirinyalah yang sekarang mempertahankan
pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang semula mengganggu dan bahwa dia
sebaiknya menghadapinya secara rasional-emotif, memikirkannya, dan berusaha
menghapuskannya.
4.
Penerapan Teknik-Teknik Dan Prosedur-Prosedur
Terapeutik Rasional Emotif
TRE memberikan
keleluasaan kepada pempraktek untuk menjadi eklektik. Sebagian besar sistem
psikoterapi mengandaikan suatu kondisi tunggal yang diperlukan bagi pengubahan
kepribadian. Ellis (1976, hlm 89), berpendapat bahwa mungkin tidak ada kondisi
tunggal atau sekumpulan kondisi yang memadai dan yang esensial bagi terjadinya
suatu perubahan. TRE menandaskan bahwa orang-orang bisa mengalami perubahan
melalui banyak jalan yang berbeda seperti memiliki pengalaman-pengalaman hidup
yang berarti, belajar tentang pengalaman-pengalaman, orang lain, memasuki
hubungan dengan terapis, menonton film, mendengarkan rekaman-rekaman,
mempraktekkan pekerjaan rumah yang spesifik, melibatkan diri dalam
korespondensi melalui saluran-saluran TRE, menghabiskan waktu sendirian untuk
berpikir dan meditasi, dan dengan banyak cara lain untuk menentukan perubahan
kepribadian yang tahan lama.
Teknik TRE yang
esensial adalah mengajar secara aktif-direktif. Segera setelah terapi dimulai,
terapis memainkan peran sebagai pengajar yang aktif untuk mereeduksi klien.
Dalam hal ini teknik-teknik yang dapat digunakan dalam terapi ini meliputi
diantaranya: pelaksanaan pekerjaan rumah (home
task/work) dimana pada pelaksnaannya klien diajarkan dan disuruh untuk
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dapat dilakukannya seperti
kedisiplinan waktu, merapihkan tempat tidur, melaksanakan komunikasi dan relasi
yang positif (produktif), desensitiasi, pengkondisian operan, hipnoterapi dan
latihan asertif.
5.
Penerapan TRE pada Terapi Individual
Ellis (1973 ) menyatakan bahwa pada penanganan terapi individual pada pelaksanaannya
diharapkan memiliki satu sesi dalam setiap minggunya dengan jumlah antara lima
sampai lima puluh sesi. Dimana pada pelaksanaan terapi ini klien diharapkan
mulai dengan mendiskusikan masalah-masalah yang paling menekan dan menjabarkan
perasaan-perasaan yang paling membingungkan dirinya. Kemudian terapis juga
mengajak klien untuk melihat keyakinan-keyakinan irasional yang diasosiasikan
dengan kejadian-kejadian pencetus dan mengajak klien untuk mengatasi
keyakinan-keyakinan irasionalnya dengan menugaskan kegiatan pekerjaan rumah
yang akan membantu klien untuk cecara langsung melumpuhkan gagasan-gagasan
irasionalnya itu serta membantu klien dalam mempraktekkan cara-cara hidup yang
lebih rasional. Setiap minggu
terapis memerikasa kemajuan kliennya dan klien secara sinambung belajar
mengatasi keyakinan-keyakinan irasionalnya sampai ia lebih dari sekedar
menghilangkan gejala-gejala, yakni sampai mereka belajar cara-cara hidup yang
lebih toleran dan rasional.
6.
Teknik-Teknik Terapi Emotif Rasional
(Emotif)
a.
Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih,
mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan
dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan
lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b.
Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan
berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu
suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
7.
Teknik-teknik Behavioristik
a.
Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah
tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian
verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk
membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan
menggantinya dengan sistem nilai yang positif. Dengan memberikan reward ataupun
punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan
kepadanya.
b.
Sosial modeling
Teknik untuk membentuk tingkah
laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup
dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru),
mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma
dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh
konselor.
c.
Home work assigments
Teknik yang dilaksanakan dalam
bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan
sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan
tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau
menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak
logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah
aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu
berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan
konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan
konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap
tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan
diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.